Senin, 07 Juli 2014

HAK ANAK

ANALISIS HAK ANAK




Nama              : Septianto tri wibowo
Kelas               : 2ea28
NPM                : 18212319




#KONVENSI HAK ANAK #

Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Bahasa Inggris: United Nations Convention on the Rights of the Child) adalah sebuah konvensi internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kulural anak-anak. Negara-negara yang meratifikasi konvensi internasional ini terikat untuk menjalankannya sesuai dengan hukum internasional. Pelaksanaan konvensi ini diawasi oleh Komite Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai negara di seluruh dunia. Setiap tahun, Komite ini memberikan laporan kepada Komite Ketiga Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsayang juga akan mendengar pernyataan ketua Komite Hak-Hak Anak dan mengadopsi resolusi mengenai Hak-Hak Anak.
Pemerintah negara yang telah meratifikasi konvensi ini diharuskan untuk melaporkan dan hadir di hadapan Komite Hak-Hak Anak secara berkala untuk mengevaluasi kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam mengimplementasikan Konvensi ini dan status hak-hak anak dalam negara tersebut. Laporan-laporan tiap negara beserta pandangan tertulis komite dapat diakses di situs komite.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi konvensi ini dan terbuka untuk penandatangan pada tanggal 20 November 1989 (pada peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Asasi Anak). Konvensi ini berlaku pada tanggal 2 September 1990 setelah jumlah negara yang meratifikasinya mencapai syarat. Sampai dengan Desember 2008, 193 negara terlah meratifikasinya,  meliputi keseluruhan negara-negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat dan Somalia.
Dua protokol tambahan juga diadopsi pada tanggal 25 Mei 2000. Protokol Tambahan mengenai Keterlibatan Anak-Anak dalam Konflik Senjata membatasi keterlibatan anak-anak dalam konflik-konflik militer, dan Protokol Tambahan Konvensi Hak-Hak Anak mengenai Perdagangan Anak-Anak, Prostitusi Anak-Anak, dan Pornografi Anak-Anak melarang perdangan, prostitusi, dan pornografi anak-anak. Kedua protokol tambahan ini telah diratifikasi oleh lebih dari 120 negara 

Konvensi ini secara umum mendefinisikan seorang anak sebagai umat manusia siapapun yang berusia di bawah 18 tahun, terkecuali apabila telah ditentukan oleh hukum negara bersangkutan.


# HAK PERLINDUNGAN ANAK#



Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimalsesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Hak Anak
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dimajukan, dilindungi, dipenuhi, dan dijamin oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Pengarusutamaan Hak Anak
Pengarusutamaan Hak Anak yang selanjutnya disebut PUHA adalah strategi perlindungan anak dengan mengintegrasikan hak anak ke dalam setiap kegiatan pembangunan yang sejak penyusunan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai peraturan perundangan-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
''Tabungan masa depan bangsa bukanlah uang melainkan generasi muda yang sehat,' Petikan katamutiara ini sungguh dahsyat jika dijadikan inspirasi untuk menggerakkan animo kesadaran kita, utamanya dalam kontek meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan anak yang dalam struktur sosial nada-nadanya mengalami ketidakberimbangan, yakni penuh dengan kesenjangan yang berjarak.

Hal ini terlihat mencolok pada level struktural dan kultural sebagai dimensi pembeda dari anak yang berlatar ekonomi yang berbeda. Secara kultural, tampilan dan bawaan Anak dari keluarga “miskin” tampak inferior, dan anak yang surplus ekonomi terlihat superior. Sementara secara struktural, fakta dari kelas sosial-ekonomi anak dapat terpotret melalui ukuran fisiknya, seperti tinggi dan berat badan.

Pemerintah saat ini sepertinya masih menganggap bahwa entitas kebijakan perlindungan anak masih belum menjadi agenda prioritas nasional, hal ini terlihat dengan agenda pembangunan nasional yang memposisikan anak menjadi nomor terbelakang, serta terlihat minimnya intervensi politik anggaran yang diberikan dalam menggerakkan sistem perlindungan anak secara menyeluruh. Saat ini, model penanganan perlindungan anak belum terkonsolidasi dengan apik dan baik, dan inovasi kebijakan masih terlihat pola konvensional, yakni instansi pemerintah yang menangani anak masih banyak terjebak dalam iklim kerja pemenuhan citra dan mengejar kepuasan persepsi publik semata.

Pemerintah belum memiliki rencana aksi nasional terkait dengan kebijakan perlindungan anak yang komprehensif yang melibatkan bayak sektor. Hal ini tampak pada “artifisialisasi” kebijakan  dari gugusan dan rumusan program yang membelah dimana-mana. Padahal kerangka perlindungan anak secara nasional membutuhkan kerangka induk yang terintegrasi dengan baik. Indikatornya adalah kualitas regulasi makin bermutu dan dapat dirasakan manfaatnya tanpa diskrimnasi, respon dan tanggungjawab serta komitmen pemangku kebijakan, yang tak kalah penting adalah dampak nyata di dalam kehidupan sosial.

Saat ini, di level instrumentalisasi pelaksana kebijakan, Kemeneg PP dan PA memang secara departemental paling bertanggungjawab dalam kegiatan meningkatkan kualitas anak dari berbagai ancaman dan tantangan. Untuk mengelola kebijakan yang begitu luas, departemen ini tidak bisa menanggung sendirian dan menjadi seperti “monster raksasa”. Para pejabatnya harus pintarmelakukan inovasi program, terobosan aksi, dan pandai dalam menganyam komunikasi lintas sektor.Paradigma inilah yang sekiranya dapat dijadikan modal sebagai langkah awal membangun dan melindungi anak dari berbagai aneka tipu muslihat modernisasi dan globalisasi.

Tanpa disadari, kini telah masuk perangkap dunia yang terglobal. Universalitas tidak bisa dielakkan sebagai sunnatullah yang harus diterima manusia. Termasuk dalam dunia anak, kita perlu mengkoreksi muatan-muatan budaya dan perangkat lunak yang menghinggapi anak kita. Kenapa kita harus begitu memperhatikan di ranah ini? Jawabannya sederhana saja. Pertama, anak adalah aset bangsa yang harus diperhatikan kualitasnya. Kedua, anak merupakan basis utama membentuk generasi dalam mempetakan daya kompetitif sosial-politik bangsa sampai dimana. Ketiga, anak merupakan wajah dari sebuah potret bangsa. Jika banyak anak yang kurang gizi, maka disitulah “negara” terancam tidak menjalankan fungsinya, alias gagal. Jika anak suatu bangsa cerdas dan sehat, disitulah negara berhasil mendesainnya.

Dalam ranah globalisasi, kini para aktor global (bisa berbentuk korporasi, state, masyarakat sipil,) sudah ramai membidik anak dijadikan sebagai objekindustri bagi akumulasi ekonomi.  Betapa tidak, kini ruang pertarungan menjadikan anak sebagai komodiiti ekonomi mulai menjamur. Di kelompok spekulan Production House (PH), anak sudah banyak ditempatkan sebagai icon, baik sebagaimagnet edukatif maupun yang hanya sifatnya identitas pembentuk gaya. Dalam “Islam KTP” misalnya, peran anak sangat sentral dan bisa berulang-ulang ditonjolkan. Hal yang sama juga dapat kita simak beberapa aktor cilik yang sudah meluberi jagat dan menghiasi panggung jenaka kita.

Karena itu, elemen-elemen seperti negara, pemerintah dan masyarakat bisa bahu-membahu mencipta pola perlindungan anak yang programatik, dan tak kalah dengan inovasi-inovasi para kelompok PH tadi. Hal ini mengingatkan kita bersama, bahwa melindungi dan memproteksi anak dari hal-hal dan perilaku yang tak kita hindari merupakan urusan “bersama”. Meski kita akui, sebagian masyarakat masih mempersepsi bahwa kegiatan menumbuh-kembangkan anak seolah merupakan beban orang tua, bahkan melingkup menjadi urusan privat kaum perempuan saja.

Anak merupakan subyek pembangunan yang keberadaannya harus diperhatikan, baik oleh negara, pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Di negara manapun, anak menjadi kiblat dari pemetaan atas konstuksi pembangunan bangsa yang hendak dirancang. Karena itu, negara, pemerintah, dan masyarakat bisa duduk satu meja mengimplementasikan Undang Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, khususnya terkait dengan Penyelenggaraan Perlindungan di bidang agama (Pasal 42,43), Kesehatan (Pasal 44,45,46,47), Pendidikan (Pasal 48-54), dan Sosial (Pasal 55-58), serta perlindungan khusus (Pasal 59-64).




Rabu, 30 April 2014

PERUSAK DEMOKRASI



KEWARGANEGARAAN
PERUSAK DEMOKRASI


 
NAMA                        : SEPTIANTO TRI WIBOWO
KELAS                       : 2EA28
NPM                           : 18212319

Sub Pokok Bahasan :   
Definisi Dari :
1.      Banalitas politik
2.      Politik Pencitraan
3.      Narsisme Demokrasi
4.      Intimidasi Suara
5.      Politik Transaksional



     Banalitas Politik
# Kejahatan bukan karena adanya orang-orang berhati jahat, melainkan karena hilangnya kemampuan mengambil jarak dari hal-hal yang bersifat sistemik, membudaya, dan mengakar sebagai perilaku kolektif. Kejahatan bukan hanya masalah moralitas, tetapi juga masalah absennya kemampuan berpikir rasional, kritis, dan berlandaskan hati-nurani sebelum bertindak atas nama orang banyak. Maka, kejahatan itu jauh lebih dramatis dan vulgar ketika dilakukan orang-orang yang tidak sadar telah bertindak jahat dan merasa hanya menjalankan sesuatu yang lazim terjadi di lingkungannya. Inilah yang kurang-lebih didedahkan Hannah Arendt sebagai banalitas kejahatan (the banality of evil), suatu kondisi di mana kejahatan terjadi pada skala massif, dipraktekkan sebagai sesuatu yang otomatis, spontan, dan sistematis, hampir sama sekali tidak melibatkan rasa bersalah
# Bagaimana keluar dari banalitas kejahatan politik ini? Sulit membayangkannya. Namun, apa boleh buat, kita tetap harus mencobanya. Kunci utamanya pada ketegasan hukum dalam menindak pelaku kejahatan politik. Tantangannya, mengutip Goerg Simmel, ketika kejahatan dilakukan secara kelompok, sulit menentukan siapa yang bertanggung jawab. Konfidensi timbal balik dan kerahasiaan kolektif memungkinkan suatu kelompok mengikat anggotanya untuk saling menutupi kesalahan. Maka, sulit berharap politikus atau pejabat publik mengungkapkan skandal di sekitarnya karena terikat untuk menjaga kerahasiaan kolektif. Berani mengungkap kerahasiaan, salah-salah diganjar dengan pemecatan, recall, atau dikorbankan sendirian seperti yang tampaknya hari-hari ini dialami M. Nazaruddin dalam skandal pembangunan wisma atlet SEA Games. Kemungkinan ini yang harus diwaspadai

Politik Pencitraan
Politik pencitraan itu ialah penggambaran tentang suatu tokoh dalam situasi dan kondisi apa saja baik politik, sosial, budaya dll dimana ia berperan aktiv dalam kegiatan politik dan dia membentuk image diri menjadi sesuatu yang ia inginkan. biasanya politik pencitraan dilakukan pada saat munculnya sesuatu hal yang sedang ramai di bicarakan oleh masyarakat, seperti bencana alam, kekerasan, keberhasilan suatu lembaga dan lain lain


             Point-pointnya dan contoh politik pencitraan :
 # Politik pencitraan merupakan politik di mana yang diutamakan adalah citra para elit yang selalu bagus di mata rakyatnya, daripada bagaimana memberikan kesejahteraan yang sesungguhnya buat rakyat.
# Politik pencitraan memng penting bagi seorang presiden, tetapi bukan segalanya, karena yang terpenting adalah praktik nyatanya untuk rakyat.

# Contoh-contoh bentuk Politik Pencitraan yang di lakukan preisden kita :
 Bentuk bentuk politik pencitraan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diantaranya mengelola sindiran Taufik Kiemas menjelang pemilu tahun 2004, memperkerjakan kunsultan komunikasi politik dan fotografer, pembentukan KPK, sering tampil di televisi untuk melakukan “curhat”, cepat merespon keluhan rakyat namun lambat dalam penanganan selanjutnya, pembentukan Satgas Mafia Hukum, pembentukan KEN dan KIN.

#  Politik pencitraan menimbulkan dampak positif dan negatif. Namun apabila pencitraan itu hanya mementingkan polesan dari luar saja tanpa diimbangi langkah nyata maka dampak negatif lebih banyak daripada dampak positifnya.

Narsisme Demokrasi
Ada suatu penyakit yang secara sadar atau tidak telah menjangkiti publik dewasa ini, yakni apa yang disebut sebagai narsisme publik. Jean M Twenge dan W Keith Campbel dalam buku The Narcism Epidemic: Living in the Age of Enlitlement, menulis bahwa narsisme telah menjadi sebuah penyakit yang menjangkiti sejumlah besar individu di dunia.

Itu terlihat dari begitu banyaknya orang yang semakin tergoda untuk menonjolkan kekayaan mereka, penampilan fisik mereka, pengidolaan terhadap para selebritas, dan aneka kegiatan yang condong hanya untuk mencari perhatian
Dan itu semua sudah Lama Terjadi di Politik Indonesia
Karena itu, sangat dianjurkan, jika tidak ingin terperangkap ke dalam penyakit dan endemis narsisme, harus segera kembali ke jalur moral dalam menjalankan hidup. Perilaku narsis yang hanya menyenangkan diri sendiri harus dijauhkan.

Bagi penguasa atau pemimpin, segala praksis kekuasaan yang selama ini dilakukan dengan upaya menyingkirkan orang lain harus dihentikan, dan dimulai dengan membangun kemurnian dan keteguhan hati untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat dan/atau orang lain dengan lebih mengorbankan kepentingan diri.

Artinya, seorang pemimpin harus merasa terhormat dengan menjadikan kekuasaan sebagai areal pelayanan bagi rakyat, bukan sebagai areal untuk mempertontonkan kehebatan diri. Kekuasaan harus dipahami ulang sebagai katalis untuk memberi ruang aktualisasi diri sebagai pelayanan dan pengabdian terhadap kepentingan rakyat.

Praksis kekuasaan yang selama ini dilakukan dengan upaya menyingkirkan orang lain demi pemenuhan selera kepentingan diri yang narsistik harus dihentikan, dan harus dimulai dengan membangun keutuhan hati untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Di situlah terpatri kemuliaan diri yang sesungguhnya menjadi keutamaan (virtue) dalam kehidupan politik, terutama dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Semoga kita belum terjangkiti epidemis narsisme yang menjauhkan kita dari keutamaan dan keagungan hidup

Intimidasi Suara
Intimidasi politik pada hakikatnya adalah terorisme politik. Kultur politik kita masih masih belum beringsut dari pola pemanifestasian kekerasan, ancaman, intimidasi dan terror. Dalam tahap-tahap tertentu kekerasan fisik diganti dengan simbolis yang dilakukan melalui wicara. Di Indonesia kedua bentik kekrasan fisik dan simboles masih acap digunakan. Mafistasi  kekerasan simbolis itu tidak hanya marak dilakukan oleh organisasi masyarakat, tetapi partai politik sekalipun condong tidak bias melepaskan diri dari jerat kekerasan simbolis. Intimidasi Partai Golongan Karya (Golkar) yang berencana mencabut dukungan kepada pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bentuk dari kekerasan simbolis melaui wicara. Wacana atau diskursus penarikan dukungan itu kian mengkristal setelah dipicu dua masalah. Pertama, kasus Gubernur Lampung yang belum terselesaikan hingga saat ini. Kedua, pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R). kedua masalah itu mengilhami sejumlah kader Golkar memproduksi Issue besar penarikan dukungan. Atmosfer politik sedikit memanas, hubungan Presiden dan Wapres juga sedikit terganggu.
Suasana politik yang sempat memanas itu kemudian mendingin setelah Presiden hadir dalam acara halal bihalal keluaraga besar Partai Golkar di kediaman Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Wacana penarikan dukungan mereduksi dan tidak sekuat sebelum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Partai Golkar digelar.
Kita tidak menyoal perihal meredupnya tuntunan penarikan dukungan. Sejak awal kita sudah menduga diskursus penarikan dukungan yang disuarakan Partai Golkar tidak lebih sekedar instrument memperkuat posisi tawar (bargaining posisition). Yang kita permasalahkan adalah, apakah upaya untuk memperkuat kedudukan dan posisi tawar partai harus harus dilakukan dengan Intimidasi terror kekerasan dan wacana? Kita setujudan sependapat dengan pernyataan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh yang mengingatkan partainya agar tidak menggunakan cara-cara tidak elegan dalam membangun konstruksi perpolitikan bangsa. Ancaman, intimidasi, dan terror yang di produksi partai Golkar sejatinya harus dilaksanakan jika tidak ingin dikatakan sekedar geretak sambal. Tetapi, rasionalkah Golkar untuk merealisasikan ancamannya itu sementara sang Ketua Umum Partai Golkar masih bercokol sebagai Wapres. Inilah yang tidak bisa dijawab Golkar tanpa meminta posisi kekuasaan yang lebih dari yang sudah diperoleh sekarang.
Praktik intimidasi politik dan terorisme politik yang di lakukan oleh Golkar adalah sebuah proses politisasi yang kerdil dan hanya mempertebal pengelompokan kepentingan. Control terhadap kekuasaan yang dilakukan Golkar tidak berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang obyektif dan akurat. Tetapi, condong mendelegitimasi kekuasaan dengan memobilsasi kader. Kekerasan simbolis yang dilakukan Golkar bersifat premature dan setengah hati karena sejumlah alasan politis. Maka, tak heran buat kita semua bagaimana partai ini bersikap double standard terhadap pemerintahan. Di satu sisi menginginkan distribusi kekuasaan yang lebih besar sebagai partai pemenang Pemilu, tetapi satu sisi mengusung diskursus oposisi setengah hati ketika distribusi dibatasi.
Mengapa itu terjadi, karena Partai Golkar (berpura-pura) tidak memahami kekuasaan sebagai media artikulasi dan agregasi kepentingan seluruh rakyat. Golkar berpikir tentang diri dan kepentingannya sendiri. Jika setiap partai politik condong mengembangkan pola intimidasi politik untuk menaikan posisi tawarnya, apa jadinya negeri ini kelak. Panggung politik nasional bakal sarat dengan intimidasi dan terror politik.
Politik Transaksional
Politik transaksional, sering kita mendengar istilah tersebut. Secara gamblang, orang yang cukup berpendidikan akan mengartikan bahwa politik transaksional berarti politik dagang. Ada yang yang menjual, maka ada yang membeli. Tentu semuanya membutuhkan alat pembayaran yang ditentukan bersama. Kalau dalam jual-beli, maka alat pembayarannya biasanya berupa uang tunai.

Lantas apakah dalam praktek politik, jika terjadi politik transaksional, berarti ada jual beli politik? Ada yang memberi uang dan ada yang menerima uang dalam transaksi politik tersebut. Tentu semuanya masih dalam dugaan saja. Apakah memang politik transaksional ini selalu berhubungan dengan uang? Sebenarnya tidak juga. Dalam beberapa kasus politik, politik transaksional juga berkaitan dengan jabatan dan imbalan tertentu di luar uang.

Dalam praktek politik praktis, hampir pasti ada politik transaksional. Karena pada dasarnya politik adalah kompromi, sharing kekuasaan. Harus dipahami juga, bahwa dalam politik kenegaraan juga ada istilah pembagian kekuasaan. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga diseluruh dunia. Karena memang politik adalah proses pembagian kekuasaan. Di mana seseorang atau sekelompok orang yang meraih kekuasaan, akan berbagi kekuasaan dengan ornag lain.

Biasanya, pembagian kekuasaan tersebut berkaitan dengan koalisi politik yang sebelumnya dibangun. Tanpa ada koalisi, kemungkinan adanya politik transaksional itu sangat kecil. Biasanya, sebelum koalisi dibangun, maka transaksi-transaksi politik itu harus sudah disepakati. Jika dalam pelaksanaannya ada pengkhiatan, maka kesepakatan atau transaksi politik itu bisa dievaluasi atau tidak dilakukan sama sekali.

Ketika baru tahapan koalisi baru berjalan, seperti tahapan Pilkada, maka transaksi politik itu bisa saja dilakukan. Misalnya, Partai A mengusung calon bupati, maka Partai B mengusung calon wakil bupati. Jika ada partai lain, maka partai lain itu akan mendapat jatah lainnya. Misalnya jika pasangan calon yang diusung itu jadi, akan mendapat jatah dalam kekuasaan nanti. Paling tidak, partai pengusung itu akan menjadi mitra pemerintah di lembaga legislatif.

Namun ketika pembagian kekuasaan itu tidak dilakukan, maka transaksi politik bisa diwujudkan dalam hal lain. Misalnya kompensasi dalam bentuk uang. Inilah yang kadang disebut sebagai politik transaksional. Padahal pengertian sebenarnya, politik transaksional adalah pembagian kekuasaan politik berdasarkan kesepatan-kesepakatan politik yang dibuat oleh beberapa partai politik atau elite politik. Politik transaksional, tidak melulu berkaitan dengan transaksi keuangan saja. Seperti dalam istilah transaksi itu sendiri, yang cenderung bernilai ekonomis, masalah uang.

Lantas, apakah politik transaksional itu tidak diperbolehkan? Apakah politik transaksional itu sama dengan money politics? Sangat relatif dalam melihat kedua hubungan itu. Karena keduanya memang sangat tipis perbedaannya. Sama halnya ketika berbicara antara politik uang dengan uang politik. Hanya memutar frase kata saja, sudah berbeda artinya. Keduanya juga memiliki makna yang hampir sama, namun berbeda.
Bahwa dalam transaksi politik menimbulkan biaya politik, maka sudah sewajarnya dalam transaksi itu muncul uang pengganti. Dalam arti, untuk menjalankan rencana kerja dari transaksi politik itu, diperlukan biaya yang tidak sedikit. Maka uang yang digunakan itu merupakan bagian dari politik transaksi. Hal itu tidak bisa dihindari. Namun jika uang itu hanya digunakan untuk segelintir orang, hanya sekedar untuk mencapai syarat pencalonan saja. Seperti dalam Pilkada-Pilkada terdahulu, sangat kental dengan istilah politik transaksional, yang hanya sekedar alat untuk kepentingannya sendiri

Rabu, 02 April 2014

PENULISAN 4 PILAR DAN RUANG PUBLIK



NAMA    : SEPTIANTO TRI WIBOWO
KELAS    : 2EA28
NPM        : 18212319

 
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A.      Nation State adalah Sebuah Negara yang mengidentifikasikan diri sebagai yang berasal dari legitimasi politik dari melayani sebagai berdaulat entitas untuk sebuah bangsa sebagai satuan territorial yang berdulat.

B.      State Nation adalah bentuk organisasi dan politik ideal, merupaka kemandirian komunitas politik besama melalui perlengkapan kemasyarakatan dan nasionaliti.

~4 PILAR~
Ø  Pancasila
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Dan tujuan tujuan dari pancasila ialah :
1. Menghendaki bangsa yang religius yang taat kepada Tuhan
2. Menjadi bangsa yang menghargai Hak Asasi Manusia (Ham)
2. Menghendaki menjadi bangsa yang nasionalis yang mencintai tanah air Indonesia
4. Menghendaki bangsa yang demkratis
5. Menjadi bangsa yang adil secara sosial ekonomi
Mengapa Pancasila menjadi Dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.

Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.

Ø  UUD 1945
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (Basic Low) , dan sebagai konstitusi Pemerintahan Negara republic Indonesia.
Isi dari UUD 1945 ialah :
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."


Kedudukan UUD 1945 yaitu :
Sebagai sumber hukum tertinggi dan sumber segala kewenangan karena UUD 1945 itu merupakan sumber dari segala sumber hukum, sumber dari segala kewenangan, sumber dari segala badan kenegaraan.
Fungsi UUD 1945 adalah sebagai pedoman acuan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara
Pokok Pikiran UUD 1945 itu ada 4 yaitu :
1. Sepakat untuk tidak mengubah pembukaan UUD 1945
2. Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil (menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensil )
4. Sepakat untuk memindahkan hal-hal normative yang ada dalam penjelasan UUD 1945 kedalam pasal-pasal UUD 1945
Ø  Bhineka Tunggal Ika
Merupakan moto, semboyan Bangsa Indonesia. Frasa ini berasal dari Bahasa Jawa Kuno dan sering kali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-Beda Tetap Satu Jua” yang memiliki arti walaupun Indonesia memiliki banyak Suku,Budaya,Ras, dan Agama tetapi tetap Satu Negara yaitu Indonesia
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan IndonesiaSebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan
Ø  NKRI
Negara yang kedaulatan keluar dan kedalam dan kekuasaan untuk mengatur dan memimpin seluruh daerah pada pemerintah pusat. Bentuk dari Negara Indonesia , dimana Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, selain itu juga bentuk Negaranya adalah Republik. Kenapa NKRI ,karena Negara Indonesia terdiri dari banyak pulau tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah Negara dan Bangsa yang bernama Indoneisa.
Tujuan Negara
Rumusan tujuan sangat penting bagi suatu negara yaitu sebagai pedoman :
  1. Penyusunan negara dan pengendalian alat perlengkapan negara.
  2. Pengatur kehidupan rakyatnya.
  3. Pengarah segala aktivitas–aktivitas negara.
Setiap negara pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan Undang–Undang Dasarnya. Tujuan masing–masing negara sangat dipengaruhi oleh tata nilai sosial, kondisi geografis, sejarah pembentukannya serta pengaruh politik dari penguasa negara. Secara umum negara mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut :
  1. Memperluas kekuasaan semata
  2. Menyelenggarakan ketertiban umum
  3. Mencapai kesejahteraan umum
Fungsi Negara
Secara umum terlepas dari ideologi yang dianutnya, setiap negara menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak harus ada. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Melaksanakan penertiban (Law and order) : untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan–bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dalam fungsi ini negara dapat dikatakan sebagai stabilisator.
  2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
  3. Pertahanan : fungsi ini sangat diperlukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara dan mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa (negara). Untuk itu negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
  4. Menegakkan keadilan : fungsi ini dilaksanakan melalui lembaga peradilan.
Keseluruhan fungsi negara tersebut di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Fungsi negara dapat juga diartikan sebagai tugas organisasi negara. Secara umum tugas negara meliputi  :
  1. Tugas Essensial adalah mempertahankan negara sebagai organisasi politik yang berdaulat, meliputi : (a). Tugas internal negara yaitu memelihara ketertiban, ketentraman, keamanan, perdamaian dalam negara serta melindungi hak setiap orang; dan (b). Tugas eksternal yaitu mempertahankan kemerdekaan/kedaulatan negara.
  2. Tugas Fakultatif adalah menyelenggarakan dan memperbesar kesejahteraan umum.
Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan negara :
  1. Plato : tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia.
  2. Roger H Soltau : tujuan negara adalah mengusahakan agar rakyat berkembang serta mengembangkan daya cipta sebebas mungkin.
  3. John Locke : tujuan negara adalah menjamin suasana hukum individu secara alamiah atau menjamin hak–hak dasar setiap individu.
  4. Harold J Laski : tujuan negara adalah menciptakan keadaan agar rakyat dapat memenuhi keinginannya secara maximal.
  5. Montesquieu : tujuan negara adalah melindungi diri manusia sehingga dapat tercipta kehidupan yang aman,  tentram dan bahagia.
  6. Aristoteles : tujuan negara adalah menjamin kebaikan hidup warga negaranya

~Ruang Publik~
Ø  Agama
Digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme, dan Khonghuchu. Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut “religi”.
Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya
Ø  Ideologi
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sainstentang ide“. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama di balik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. (definisi ideologiMarxisme).


Ø  Aspirasi
Kata aspirasi belakangan ini banyak menarik perhatian anak negeri baik yang berkecimpung di ranah legislatif, sedang berkuasa sebagai eksekutif, para pengamat yang sok serba-tahu sampai omongan dan debat kusir di kedai kopi, terminal bus dan tempat mangkal ojeg. Aspirasi menjadi titik sentral dalam pembicaraan dan banyak yang dalam membuat pernyataan menggunakan sudut pandang berbeda dan beragam. Harapan dan tujuan untuk keberhasilan pd masa yg akan datang: Garis-Garis Besar Haluan Negara pada hakikatnya adalah — bangsa.
Ø  Budaya
Budaya Indonesia tak lepas dari  aspek kesenian daerah. Kesenian itu sendiri adalah ekspresi manusia yang bisa dinikmati oleh mata dan telinga. Di Indonesia, ada bermacam-macam kesenian, berikutcontohnya :

1. Sastra (bahasa)
Bahasa adalah alat komunikasi manusia. Di Indonesia, kita bisa menemukan macam-macam budaya bahasa, seperti bahasa Jawa, bahasa Bali, dan masih banyak lagi. Semua memiliki pengucapan yang  berbeda-beda dan disatukan oleh bahasa nasional Indonesia.
Seni sastra juga mencakup cerita atau dongeng rakyat, biasanya berkaitan erat dengan asal-usul suatu daerah atau cerita kerajaan zaman dahulu. Misalnya cerita Tangkuban Perahu, Timun Mas, atau cerita Malin Kundang yang sangat sarat akan pesan moral.
2. Lagu
Gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.
Lagu dapat dinyanyikan secara solo, berdua (duet), bertiga (trio) atau dalam beramai-ramai (koir). Perkataan dalam lagu biasanya berbentuk puisi berirama, namun ada juga yang bersifat keagamaan ataupun prosa bebas. Lagu dapat dikategorikan pada banyak jenis, bergantung kepada ukuran yang digunakan. Dan, Pernah dengar lagu Apuse? Ampar-Ampar Pisang atau Cing Cangkeling? Semua lagu-lagu dengan daerah itu merupakan budaya kesenian yang melekat hampir di seluruh penduduk Indonesia.
3. Tarian
Gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam. Menurut jenisnya, tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru.
Di berbagai daerah, terdapat kesenian berupa tari-tarian sebagai wujud ekspresi manusia terhadap berbagau hal. Misalnya terhadap perang, penyambutan tamu, atau rasa syukur saat panen tiba. Contoh macam-macam budaya tari adalah tari saman dari Aceh, tari pendet dari Bali, atau tari sulo dari Sulawesi Tenggara.
4. Alat Musik
Lagu dan tarian tak akan lengkap tanpa musik. Di Indonesia, musik-musik daerah dimainkan oleh beragam alat musik yang memiliki suara indah. Contohnya adalah angklung yang terbuat dari bambu, gamelan yang dibuat dari besi, atau sasando yang merupakan alat musik petik dengan suara indah.